Ekonomi Singapura mengalami resesi karena minus hingga puluhan persen. Hal ini karena dampak COVID-19 yang menekan perekonomian negara Singa ini. Apakah kondisi resesi ini akan merambat ke Indonesia?
Dalam ekonomi makro, Resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengungkapkan dengan tekanan yang tinggi pada perekonomian, Indonesia kemungkinan besar masuk dalam jurang resesi. Hal ini karena syarat pertama resesi adalah pertumbuhan ekonomi dua kuartal berturut-turut negatif.
Dia menjelaskan Indonesia juga pernah mengalami resesi yang akhirnya menjadi krisis yaitu pada periode 1997-1998. “Krisis itu kan kalau satu tahun negatif, krisis ini lebih parah. Apalagi sekarang juga belum bisa diprediksi situasi pandeminya dan sampai kapan titik puncak turun,” jelas dia.
Menurut Tauhid hal ini bisa membaik apabila dunia sudah menemukan vaksin dan roda perekonomian kembali berputar. Apalagi data BI terkait kegiatan dunia usaha yang kontraksi hingga -35,77% pada kuartal II ini makin menunjukkan tekanan ekonomi. Menurut BI hal ini disebabkan oleh penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat pandemi COVID-19.
Akibat penurunan kegiatan dunia usaha ini, kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja pada kuartal II 2020 tercatat lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menjelaskan sebuah negara masuk ke jurang resesi jika dua kuartal pertumbuhannya mengalami minus.
“Sudah masuk resesi karena dua kuartal minus berturut-turut. Jadi perbandingannya itu kuartal 1 tahun ini dan kuartal 4 tahun lalu. Indonesia kan sudah berkurang kalau dilihat dari kuartal 4 tahun lalu,” kata dia.
Anthony mengatakan Indonesia sempat masuk dalam jurang resesi dan akhirnya bangkit seperti periode 97/98, tahun 2001 selama 1 semester, 2008 satu semester. Menurut dia, kondisi saat ini tak bisa diprediksi kapan akan berakhir sebelum vaksin ditemukan.
Menurut dia data BI Promp Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia tercatat 28,55% turun dibandingkan periode kuartal I 2020 45,64% juga mencerminkan tekanan yang luar biasa untuk perekonomian.
Data BI menyebut. seluruh subsektor mencatatkan kontraksi pada kuartal II 2020 dengan kontraksi terdalam pada subsektor Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki. Bank sentral memproyeksi kinerja sektor industri pengolahan diprakirakan akan membaik meskipun berada dalam fase kontraksi.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan kontraksi ekonomi atau resesi selama wabah adalah kewajaran. Hal ini terjadi hampir di semua negara, terutama negara yang sangat bergantung kepada ekspor seperti Singapura. Hal ini langsung terasa dampaknya ke perekonomian mereka.
Tetapi struktur ekonomi Indonesia tidak seperti Singapura, karena Indonesia tidak bergantung kepada ekspor. Perekonomian Indonesia lebih bergantung kepada konsumsi rumah tangga. Selama wabah ini masih terjadi konsumsi terus mengalami penurunan.
“Karena konsumsi khususnya barang primer masih tetap ada, sehingga perekonomian walaupun terkontraksi tidak akan sangat dalam seperti Singapura,” jelasnya.
Sumber: detik