Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, sehingga Dia-lah yang patut diibadahi. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hinga akhir zaman.
Bagaimana syarat ibadah, agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu:
- Ikhlas karena Allah.
- Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu โalaihi wa sallam (ittibaโ).
Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. Berikut kami sampaikan bukti-buktinya dari Al Qurโan, As Sunnah, dan Perkataan Sahabat.
Dalil Al Qurโan
Dalil dari dua syarat di atas disebutkan sekaligus dalam firman Allah Taโala,
ููู ููู ููุงูู ููุฑูุฌูู ููููุงุกู ุฑูุจูููู ููููููุนูู ููู ุนูู ูููุง ุตูุงููุญูุง ููููุง ููุดูุฑููู ุจูุนูุจูุงุฏูุฉู ุฑูุจูููู ุฃูุญูุฏูุง
โBarangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannyaโ.โ (QS. Al Kahfi: 110)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, โMaka hendaklah ia mengerjakan amal yang salehโ, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu โalaihi wa sallam, pen). Dan โjanganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannyaโ, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam.โ[1]
Al Fudhail bin โIyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah,
ููููุจูููููููู ู ุฃููููููู ู ุฃูุญูุณููู ุนูู ูููุง
โSupaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.โ (QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, โyaitu amalan yang paling ikhlas dan showab (mencocoki ajaran Nabi shallallahu โalaihi wa sallam).โ
Lalu Al Fudhail berkata, โApabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu โalaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu โalaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu โalaihi wa sallam.โ[2]
Dalil dari Al Hadits
Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits. Hadits pertama dari โUmar bin Al Khottob, Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ุฅููููู ูุง ุงูุฃูุนูู ูุงูู ุจูุงูููููููุฉู ุ ููุฅููููู ูุง ูุงูู ูุฑูุฆู ู ูุง ููููู ุ ููู ููู ููุงููุชู ููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ุงูููููู ููุฑูุณูููููู ููููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ุงูููููู ููุฑูุณูููููู ุ ููู ููู ููุงููุชู ููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ุฏูููููุง ููุตููุจูููุง ุฃููู ุงู ูุฑูุฃูุฉู ููุชูุฒููููุฌูููุง ุ ููููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ู ูุง ููุงุฌูุฑู ุฅููููููู
โSesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pen)โ.[3]
Hadits kedua dari Ummul Mukminin, โAisyah radhiyallahu โanha, Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ู ููู ุฃูุญูุฏูุซู ููู ุฃูู ูุฑูููุง ููุฐูุง ู ูุง ููููุณู ู ููููู ูููููู ุฑูุฏูู
โBarangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.โ[4]
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
ู ููู ุนูู ููู ุนูู ููุงู ููููุณู ุนููููููู ุฃูู ูุฑูููุง ูููููู ุฑูุฏูู
โBarangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.โ[5]
Dalam Jaamiโul โUlum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, โHadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits โinnamal aโmalu bin niyatโ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.โ[6]
Di kitab yang sama, Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, โSuatu amalan tidak akan sempurna (tidak akan diterima, pen) kecuali terpenuhi dua hal:
Amalan tersebut secara lahiriyah (zhohir) mencocoki ajaran Nabi shallallahu โalaihi wa sallam. Hal ini terdapat dalam hadits โAisyah โBarangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.โ
Amalan tersebut secara batininiyah diniatkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. Hal ini terdapat dalam hadits โUmar โSesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatโ.โ[7]
Perkataan Sahabat
Para sahabat pun memiliki pemahaman bahwa ibadah semata-mata bukan hanya dengan niat ikhlas, namun juga harus ada tuntunan dari Nabi shallallahu โalaihi wa sallam. Sebagai dalilnya, kami akan bawakan dua atsar dari sahabat.
Pertama: Perkataan โAbdullah bin โUmar.
Abdullah bin โUmar radhiyallahu โanhuma berkata,
ููููู ุจูุฏูุนูุฉู ุถููุงูููุฉู ุ ููุฅููู ุฑูุขููุง ุงููููุงุณู ุญูุณูููุฉู
โSetiap bidโah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.โ[8]
Kedua: Kisah โAbdullah bin Masโud.
Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Masโud radhiyallahu โanhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam. Lalu Ibnu Masโud mengingkari mereka dengan mengatakan,
ููุนูุฏูููุง ุณููููุฆูุงุชูููู ู ููุฃูููุง ุถูุงู ููู ุฃููู ูุงู ููุถููุนู ู ููู ุญูุณูููุงุชูููู ู ุดูููุกู ุ ููููุญูููู ู ููุง ุฃูู ููุฉู ู ูุญูู ููุฏู ู ูุง ุฃูุณูุฑูุนู ููููููุชูููู ู ุ ููุคููุงูุกู ุตูุญูุงุจูุฉู ููุจููููููู ู -ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู - ู ูุชูููุงููุฑูููู ููููุฐููู ุซูููุงุจููู ููู ู ุชูุจููู ููุขููููุชููู ููู ู ุชูููุณูุฑู ุ ููุงูููุฐูู ููููุณูู ููู ููุฏููู ุฅููููููู ู ููุนูููู ู ููููุฉู ูููู ุฃูููุฏูู ู ููู ู ููููุฉู ู ูุญูู ููุฏู ุ ุฃููู ู ูููุชูุชูุญูู ุจูุงุจู ุถููุงูููุฉู.
โHitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu โalaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bidโah)?โ
ููุงูููุง : ููุงูููููู ููุง ุฃูุจูุง ุนูุจูุฏู ุงูุฑููุญูู ููู ู ูุง ุฃูุฑูุฏูููุง ุฅููุงูู ุงููุฎูููุฑู. ููุงูู : ููููู ู ู ููู ู ูุฑููุฏู ููููุฎูููุฑู ูููู ููุตููุจููู
Mereka menjawab, โDemi Allah, wahai Abu โAbdurrahman (Ibnu Masโud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.โ
Ibnu Masโud berkata, โBetapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.โ[9]
Lihatlah kedua sahabat ini -yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Masโud- meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mencocoki teladan Nabi shallallahu โalaihi wa sallam.
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu โalaihi wa sallam.
Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan, lantas ia mengatakan, โMenurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masingโ. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu โalaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar โNiat baik semata belum cukup.โ
Sebab-sebab Munculnya Amalan Tanpa Tuntunan
Pertama: Tidak memahami dalil dengan benar.
Kedua: Tidak mengetahui tujuan syariโat.
Ketiga: Menganggap suatu amalan baik dengan akal semata.
Keempat: Mengikuti hawa nafsu semata ketika beramal.
Kelima: Berbicara tentang agama tanpa ilmu dan dalil.
Keenam: Tidak mengetahui manakah hadits shahih dan dhoโif (lemah), mana yang bisa diterima dan tidak.
Ketujuh: Mengikuti ayat-ayat dan hadits yang masih samar.
Kedelapan: Memutuskan hukum dari suatu amalan dengan cara yang keliru, tanpa petunjuk dari syariโat.
Kesembilan: Bersikap ghuluw (ekstrim) terhadap person tertentu. Jadi apapun yang dikatakan panutannya (selain Nabi shallallahu โalaihi wa sallam), ia pun ikuti walaupun itu keliru dan menyelisih dalil.[10]
Inilah di antara sebab munculnya berbagai macam amalan tanpa tuntunan (baca: bidโah) di sekitar kita.
Demikian pembahasan kami mengenai dua syarat diterimanya ibadah. Insya Allah, untuk pembahasan-pembahasan berikutnya di rubrik โJalan Kebenaranโ, kita akan memahami lebih jauh tentang bidโah. Semoga Allah memudahkannya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Sumber: rumaysho